berikutini adalah sinopsis singkat The Moon That Embraces The Sun :Tiga belas tahun Heo Yeon Woo dipilih untuk menjadi Putri Mahkota Joseon sampai plot Ratu Janda melawan dia dan diam-diam pesanan kematiannya.Dengan bantuan sihir dukun yang kuat itu, Yeon Woo lolos dengan hidupnya, tetapi kehilangan kenangan. Semua percaya dia menjadi mati, termasuk Putra Mahkota Hwon, yang mencintainya dan
Dramasaeguk (periode kuno) produksi Korea bertajuk The Moon Embraces the Sun yang belum lama menyelesaikan tayangannya di negeri asalnya ini menceritakan kisah percintaan rahasia antara seorang raja Dinasti Joseon dengan seorang gadis yang berprofesi dukun atau cenayang. Diangkat dari novel yang berjudul sama oleh Jung Eun-gwol yang juga membuat novel Sungkyukwan Scandal.
SinopsisThe Moon That Embraces The Sun Episode 20 (tamat) Episode 20 dimulai dengan kilas balik saat Yoon mengatakan pada Myung bahwa ia akan memberikan leher Raja untuk Yang Myung. Myung : apakah kau mengatakan kau ingin menebas leher raja sendiri?
EPISODE10 RECAP In his bedchamber, Hwon addresses Wol in language that I'm sure must have been carefully and intentionally selected to hint at the underlying sexual tension driving everything — this drama's whole conflict centers around sex, after all — as he tells her she must make him forget his exhaustion and put his pain to bed.
EPISODE1 RECAP. A woman narrates: "It is said that in the beginning, there were two suns and two moons. But day was too hot, and night too cold. All of creation was thrown into chaos, and the people in misery. It was then that a hero appeared and shot one sun and one moon out of the sky with arrows, and brought peace to the world.".
Berjalannyawaktu, Hwon pun mengetahui siapa yang merencakan kematian Yeon Woo, dan pada saat itu ia berada pada posisi yang sulit, setelah tau kalau yang berada dibalik itu semua adalah Putri Min Hwa dan Ibu Suri. Pemain The Moon That Embraces The Sun: Kim Soo Hyun sebagai Lee Hwon Yeo Jin Goo sebagai Hwon muda Hang Ga In sebagai Yeon Woo/ Wol
TheMoon Embracing the Sun menceritakan kisah cinta Raja Lee Hwon (Kim Soo Hyun) dan seorang peramal bernama Wol (Han Ga In). Lee Hwon dan Wol pertama kali bertemu saat mereka masih remaja. Kala itu, Wol masih bernama Heo Yeon Woo dan dikenal sebagai putri bangsawan. Sedangkan Lee Hwon masih berstatus sebagai Putra Mahkota.
TheMoon That Embraces the Sun: Episode 9 english Wol finds out just how much danger lies inside the palace walls, and the king struggles to keep his curiosity, and his heart, locked away. It's a crucial episode for Wol's character, who hits rock bottom in more ways than one. Ratings hit another high today at 34.5%, which is kind of insane.
DramaThe Moon Embracing the Sun / The Moon that Embraces the Sun (해를 품은 달) merupakan drama kerajaan garapan MBC yang pertama kali ditayangkan pada 2 Januari 2014 dengan total 20 episode. Drama Korea terbaik ini diadaptasi dari novel berjudul sama karya Jung Eun Gwol, serta disutradarai oleh Kim Do Hoon dan Lee Sung Joon dan ditulis naskahnya oleh Jin Soo Wan yang juga menulis untuk
SinopsisGlobal The Moon That Embraces The Sun loading Heo Yeon Woo, yang berumur tiga belas tahun dipilih menjadi Puteri Mahkota Joseon sampai Ibu Suri merencanakan rencana keji melawannya dan dengan diam-diam memerintahkan untuk membunuhnya.
6TwKLX3. Yoon tersenyum melihat kedua kakak beradik itu saling menghunus pedangnya. Sebelumnya ia sudah memberitahu Yang Myung kalau ia memberi kepala Hwon untuk Yang Myung. “Apa kau ingin agar aku sendiri yang membunuh Raja?” tanya Yang Myung. Yoon berkata itu perlu dilakukan untuk menunjukkan seberapa besar tekad Yang Myung dan juga untuk membantu semangat para prajurit pemberontak. “Maksudmu aku harus melumuri pedangku dengan darah adikku sendiri baru kau menyetujui aku menjadi raja?” “Sebenarnya, bukankah dinasti Joseon memang dibangun dari pertumpahan darah antar saudara?” ujar Yoon tenang. Yang Myung berkata itu bukan ide yang jelek. Dengan senang hati ia akan menerima saran Yoon. Yoon berteriak agar Yang Myung melakukannya. “Semua dengar, langit menginginkan kematian Raja ini agar ia diganti oleh orang yang lebih layak. Saat ini kita akan mengikuti kehendak langit dan melenyapkan Raja yang tak becus ini! Cepat penggal kepalanya!!” “Mengapa kau ragu?! Cepat bunuh aku!!” Yang Myung teringat perkataan Hwon saat mereka berhadapan untuk pertama kalinya. Waktu itu Hwon memberi kesempatan pada Yang Myung untuk membunuhnya dan menjadi Raja. Tapi Yang Myung tidak melakukannya. Hwon berkata Yang Myung telah menghilangkan kesempatan itu jadi jangan mencari kesempatan lain. Waktu itu Yang Myung berbalik marah memandang adiknya. Namun itu bukanlah akhir percakapan mereka. Yang Myung berkata ia akan menemukan kesempatan lain dalam rencana pemberontakan terhadap Raja. Ia tahu Hwon hanya mengujinya untuk mengetahui reaksi Yang Myung jika pemberontakan itu terjadi. “Katakan padaku apa yang Yang Mulia rencanakan?” tanya Yang Myung. Hmmm…Yang Myung memang pandai. Kembali ke saat ini. Yang Myung dan Hwon saling menatap sementara Yoon terus berteriak-teriak mendesak Yang Myung memenggal Hwon. Yang Myug berteriak mengangkat pedangnya lalu berbalik menyerang para pemberontak. Woon ikut menyerang para pemberontak. Sementara itu Hwon mendapat kesempatan untuk berlari ke tempat yang lebih aman, di depan Jongmyo. Ternyata ini adalah rencana Hwon dan Yang Myung. Ketika Yang Myung menanyakan apa rencana Hwon, Hwon berkata ia hendak memburu orang-orang yang menyebabkan kematian Yeon-woo. Orang-orang yang menggunakan kematian Yeon-woo untuk mempertahankan kekuasaan. Orang-orang yang mengorbankan nyawa orang tidak bersalah dan hanya mementingkan kepentingan mereka daripada kepentingan negara dan rakyat. Ia akan menyapu bersih semuanya dalam satu serangan. Yang Myung berkata orang-orang itu tidak akan diam saja. Hwon berkata ia sudah tahu. Jika ia terus menekan mereka dengan menyelidiki kematian Yeon-woo, mereka pasti akan mengadakan pembereontakan dan mereka pasti akan mencari Yang Myung. Yang Myung bertanya apa yang Hwon inginkan darinya. Hwon menginginkan daftar nama para pemberontak. Jika ia tidak menyingkirkan semua orang itu maka hidup Yeon-woo selamanya dalam bahaya dan negeri Joseon akan menuju kehancuran. Yang Myung bertanya bagaimana bisa Hwon mempercayainya dan mengucapkan kata-kata yang begitu berbahaya menantang Yang Myung membunuhnya. Hwon berkata ia bersedia menempatkan hidupnya dalam tangan kakaknya. Hwon berkata keputusan ada di tangan Yang Myung. Yang Myung dan Woon bergerak ke depan Hwon, menghadapi para pemberontak. Yoon memerintahkan prajuritnya menyerang karena Hwon kekurangan orang. Ia hanya dilindungi Yang Myung, Woon, dan beberapa orang pengawal. Tapi tiba-tiba muncul pasukan dari kiri kanan Jongmyo. Pasukan pemanah dan pasukan pedang. Yoon terkejut. Menteri penjilat berkata itu adalah tentara rahasia Raja dalam novelnya, Raja Seongjo memang membentuk tentara rahasia dan Hwon mengumpulkan tentara itu kembali untuk melawan para pemberontak. Hong Gyu-tae lah yang ditugaskan mengumpulkan para tentara itu. Tambur dipukul. Pintu gerbang dibuka dan lebih banyak lagi pasukan Hwon memasuki istana, mengepung para pemberontak. Gerbang kembali ditutup untuk mencegah para pemberontak melarikan diri. “Perburuan dimulai!!” teriak Hwon. Tambur dipukul. Hwon menghunus pedangnya dan berteriak, “Seraaaaang!!” Pertempuran dimulai. Woon dan Yang Myung ikut maju untuk menghabisi para pemberontak. Menyadari situasinya tak menguntungkan, Yoon berteriak ia akan memberi imbalan besar bagi mereka yang membunuh Hwon dan Yang Myung. Dengan mudah para prajurit pemberontak dikalahkan. Dayang Ratu bergegas memasuki kamar Bo-kyung untuk memintanya mengungsi ke tempat yang aman. Tapi Bo-kyung tidak ada di kamarnya. Di mana Bo-kyung? Sang Ratu berjalan menyeret kain putih menyusuri jalan sepi di istana. Dalam hatinya ia berkata,”Yang Mulia, Ayah…apa kalian akan bertempur sampai akhir? Aku tidak tahu siapa yang akan menjadi pemenangnya tapi aku tahu poisisiku sebagai Ratu akan diambil dariku. Sejak pertama kali aku melihat Yang Mulia, hanya satu yang kuinginkan. Yaitu hati Yang Mulia. Karena itu sebagai Ratu sampai akhir, aku akan mati sebagai wanita Yang Mulia.” Bo-kyung memasang kain untuk menggantung dirinya dan tersenyum sedih. Tentara pemberontak semakin sedikit. Ketangguhan tentara rahasia memang hebat. Para menteri yang memberontak pun mulai berjatuhan. Melihat itu Yoon memerintahkan agar Yang Myung dibunuh dan daftar nama itu harus diambil. Na Dae-gil mengunus pedangnya tapi ketika melihat wajah garang Yang Myung, ia berbalik ketakutan. Yang Myung menebas punggungnya. Mati. Ia juga membunuh menteri penjilat. “Daftar itu ada di tanganku. Jika kau bisa membunuhku, silakan ambil.” Yoon ditikam dari belakang oleh seorang prajurit Hwon. Dengan marah ia berbalik dan membunuh prajurit itu. Ia melihat sekeliling. Tentaranya sudah dikalahkan. Para sekutunya telah mati. Pada akhirnya hanya ia sendiri, satu-satunya pemberontak, yang masih berdiri di arena pertempuran. Hwon mengambil busurnya dan memanah kaki Yoon. Yoon jatuh tersungkur dan berlutut tapi ia tak mau berlutut pada Hwon. Ia mencabut panah dari kakinya, berdiri dan bergerak maju ke arah Hwon. Yang Myung tak membiarkannya. Ia berlari ke arah Yoon dan menebas perutnya. Inilah akhir hidup Yoon. Pemberontakan berakhir. Semua merasa lega termasuk aku karena semua masih hidup. Hwon dan Yang Myung saling tersenyum. Tiba-tiba seorang prajurit pemberontak berdiri. Hwon melihatnya dan memberi peringatan pada Yang Myung. Yang Myung berbalik. Bukannya membunuh pemberontak itu, ia malah berbalik menatap Hwon yang tertegun. “Yang Mulia, tolong maafkan keputusanku yang egois ini. Hanya boleh ada satu matahari di langit. Mulai sekarang tidak akan ada lagi kekacauan karena diriku.” Yang Myung berbalik menghadap pemberontak itu dan membuang pedangnya. Hwon tertegun. Prajurit pemberontak itu melemparkan tombaknya kuat-kuat hingga tepat menembus tubuh Yang Myung. Aaaaargh nfauhauiffn;hfuyg…awas serangan tuts Fanny!! I can’t get it!!! Pertama, Hwon memiliki panah, mengapa ia tidak langsung memanah pemberontak itu. Kedua, Woon juga tidak bergerak sama sekali. Para tentara Hwon yang begitu banyak tidak ada yang maju. Lalu kenapa pula prajurit pemberontak itu masih berdiri dan berusaha membunuh Yang Myung? Jika Yoon aku masih mengerti karena ia otak pemberontakan ini, tapi seorang prajurit biasa? Apa gunanya ia membunuh Yang Myung di saat ia sendiri terluka dan sekarat dan pemberontakannya sudah gagal??? Terakhir, ini sama saja dengan Yang Myung membunuh dirinya sendiri!! Fkugsyogbsugbsbhi benar-benar tidak masuk akal!!! Tarik nafas dalam-dalam….hembuskan….Ok, serangan selesai. Mari kita lanjutkan… Hwon dan Woon terpana menyaksikan Yang Myung roboh. “Kakak…Kakaaaak!!!!!” Hwon berlari menghampiri Yang Myung. Janshil dan shaman Jang melihat ke langit dari halaman rumah mereka. Dua matahari di langit. Matahari yang satu bersinar sangat menyilaukan lalu berubah menjadi gelap bagai terkena gerhana. Matahari yang masih bersinar menutupi matahari yang sudah mati itu. Tersisa satu matahari. “Oeraboni…,” Janshil terkejut. Matanya berkaca-kaca. Yang Myung berbaring di pangkuan Woon. Ia memuntahkan banyak darah. Hwon duduk di sisinya. Dalam keadaan seperti itu Yang Myung masih bercanda. Ia berkata akhirnya ia bisa berada dalam pelukan Woon dan rasanya sungguh menyenangkan. Woon menangis dan bertanya mengapa Yang Myung melakukannya. “Akhir-akhir ini aku merasa lelah menjalani hidupku yang bebas. Benar-benar membosankan. Satu-satunya hal yang kusesali adalah aku belum melihat Yeom dalam waktu lama.” Hwon menangis melihat kakaknya. Yang Myung menoleh melihat adiknya. “Yang Mulia, kenapa Yang Mulia menangis karena persoalan sepele seperti ini?” “Jangan menangis…aku baik-baik saja…” kata Yang Myung tersenyum. Ia mengeluarkan buku berisi daftar nama pemberontak dari balik bajunya. Buku itu berlumuran darah sekarang. Ia menyerahkanya pada Hwon. Itu buku yang diminta Hwon darinya. “Aku mengerti…aku mengerti… jadi jangan bergerak. Tabib akan segera datang,” Hwon memohon. “Ada saatnya aku menyalahkanmu yang mendapatkan apapun yang kauinginkan. Jadi aku bahkan menginginkan kedudukanmu. Tapi dibandingkan dengan tahta Raja, teman-temanku dan adikku terlalu berharga bagiku,” Yang Myung menangis. Hwon sangat sedih mendengar kata-kata kakaknya. Keadaan Yang Myung semakin memburuk. Ia memuntahkan banyak darah. Ia mengulurkan tangannya pada Hwon. Hwon menggenggam tangan kakaknya. “Tolong jadilah Raja yang kuat. Selamatkan rakyat negeri ini bersama anak itu Yeon-woo. Hamba akan melihat dari sana,” Yang Myung melihat ke langit. Dalam hatinya ia berbicara dengan ayahnya, “Ayahanda, puteramu datang untuk menemuimu. Semoga di tempat itu ayah tidak akan menjadi Rajaku tapi hanya menjadi ayahku, agar aku bisa memperlihatkan senyum seorang anak. Satu-satunya peyesalanku adalah meninggalkan ibu yang kesepian sendirian.” Yang Myung tersenyum pada Hwon dan mempererat genggamannya. Tiba-tiba ia merasa mendengar suara Yeon-woo remaja, “Apa kau akan pergi ke suatu tempat?” “Aku datang untuk melihat wajahmu terakhir kalinya sebelum aku pergi. Wajah yang jelek. Setelah aku melihat dengan baik, sekarang aku pergi.” Kepala Yang Myung terkulai. Hwon tertegun. “Kakak….,”panggilnya, Yang Myung diam tak bergerak. Woon menangis. “Kak….,” panggil Hwon lagi. Ia meraih Yang Myung dalam pelukannya. Hiks…hiks…. “Kakak!! Kakak!! Buka matamu! Aku hanya memerintahkanmu untuk memberikan daftar itu. Aku tidak memerintahkanmu untuk mati!!!” seru Hwon sambil menangis, “Kaaak…Kakak!! Buka matamu…Ini…Ini adalah perintah! Apa kau mengabaikan perintah?!! Kakak…Kakak!! AAAAARRRHHH!! Kakaaak..” Hwon berteriak pilu. Yeon-woo diantar Hong ke suatu tempat. Hong berkata ia sengaja berjalan berputar-putar untuk menghindari mereka diikuti. Sekarang mereka sudah tiba jadi Yeon-woo sudah bisa turun dari tandu. Yeon-woo bertanya mereka berada di mana. Hong berkata Hwon memerintahkannya membawa Yeon-woo ke tempat ini. Ia mempersilakan Yeon-woo untuk masuk dan beristirahat. Yeon-woo masuk. Ia tak mengenal tempat itu. Ibu Yeon-woo berjalan menunduk ke arahnya. Ia terkejut saat ia mengangkat kepalanya dan melihat Yeon-woo. Yeon-woo menangis melihat ibunya lagi. “I…I…bu…” Ny. Shin terpaku melihat puterinya yang dikiranya sudah mati berdiri di hadapannya. Saking terkejutnya, ia awalnya tidak bisa berkata-kata. “Yeon-woo…Apa kau benar-benar Yeon-woo?” tanya Ny. Shin. Yeon-woo menangis dan mengangguk. “Benar-benar, kau adalah Yeon-woo?” tanya Ny. Shin antara terkejut, tak percaya, sedih, dan bahagia. Ia memeluk dan membelai puterinya. “Ibu,” Yeon-woo menangis dalam pelukan ibunya. “Kau masih hidup…kau benar-benar masih hidup..” “Aku minta maaf, Ibu…” Ny. Shin melepaskan pelukannya dan memandangi puterinya. Ia bertanya apakah ini mimpi atau kenyataan. Ia tak mengerti bagaimana semua ini bisa terjadi. Ia tak menyangka bisa bertemu puterinya kembali. Karena shock, ibu Yeon-woo terduduk lemas di tanah. Ia terus memeluk Yeon-woo seakan takut kehilangannya lagi. Yeom keluar dari rumah. Ia melihat Yeon-woo. Ia terlihat gembira saat melihat Yeon-woo. Yeon-woo memanggil kakaknya. Tapi Yeom tidak berani memandang wajah Yeon-woo. Ia mengajak adiknya membawa ibunya ke dalam. Ny. Shin terus menangis sambil memegangi tangan Yeon-woo. Yeom keluar untuk membiarkan ibunya berbicara dengan Yeon-woo. Ibu Yeon-woo berkata belum lama ini ia melihat seorang gadis yang mirip dengan Yeon-woo. Ia tidak tahu apa kesalahan gadis itu tapi gadis itu dicaci maki oleh banyak orang. Hatinya terluka saat melihat gadis itu dilempari batu. Yeon-woo tahu gadis yang dilihat ibunya adalah dirinya. Ia meminta ibunya beristirahat, mereka bisa membicarakannya nanti. Tapi ibu Yeon-woo tidak au. Ia takut Yeon-woo menghilang lagi saat ia tidur. Yeon-woo meyakinkan ibunya hal itu tidak akan terjadi. Kali ini, ia tidak akan ke mana-mana tanpa persetujuan ibunya. Ibunya mengangguk. Ia berkata ia tidak mengerti apa yang terjadi. Selama 8 tahun ini, puteri yang merawatnya dan selalu berada di sisinya. Tapi ternyata ia terlibat dalam kematian Yeon-woo. Ia tidak bisa mempercayainya. Yeon-woo bertanya apakah kakaknya yang memberitahu. berkata walau Puteri melakukan kejahatan besar tapi sekarang ia sedang mengandung darah daging keluarga Heo. Bagaimana bisa Yeom bersikap seperti ini pada Min-hwa? Dengan kata lain Ny. Shin sudah memaafkan Min-hwa. Yeon-woo keluar menemui kakaknya. Ia bertanya apakah Yeom benar-benar tidak mau melihat wajahnya. Jika Yeom terus menyalahkan dirinya sendiri, ia akan menyesal karena ia telah hidup. Yeom menangis. “Apakah kakak benar-benar ingin aku berpikir begitu?” Yeom membalikkan tubuhnya tapi ia masih tidak berani menatap Yeon-woo. Ia berkata ia telah melakukan dosa besar pada Yeon-woo. Yeon-woo berkata Yeom tidak berdosa apapun padanya. Yeom berkata semua ini terjadi karena dirinya. “Tolong jangan berkata begitu, berbahagialah karena aku tetap hidup.” “Yeon-woo…,” Yeom memeluk adiknya. “Terima kasih karena kau tetap hidup.” “Aku juga berterimakasih karena kakak hidup seperti sekarang.” Akhirnya keluarga Heo berkumpul kembali. Min-hwa terus memandangi baju yang dijahitnya untuk bayinya. Terdengar ketukan di pintu. “Sudah kubilang aku tidak mau makan,” ujar Min-hwa. Terdengar suara pintu dibuka. Min-hwa mengomel, ia mengira dayangnya yang masuk. Ia terkejut saat melihat Yeon-woo membawa baki makanan untuknya. Yeon-woo meletakkan baki itu di meja dan duduk di hadapan Min-hwa. Ia bertanya mengapa Min-hwa tidak mau makan. Min-hwa berkata ia tidak berhak makan. “Jadi kau ingin mati bersama anakmu?” “Tidakkah kau berharap aku mati?” “Tidak, aku berharap Puteri tetap hidup.” Min-hwa menatap Yeon-woo tak percaya. Ia mencoba membunuh Yeon-woo dan sekarang Yeon-woo menginginkannya tetap hidup? “Puteri mencoba untuk membunuhku tapi sekarang aku masih hidup. Ada saatnya aku marah dan mengharapkan Puteri mati. Namun karena kehadiran Puteri, ibuku bisa tersenyum kembali dan kakakku mendapat seorang anak.” Min-hwa masih tak percaya. Ia menuduh Yeon-woo munafik. Ia minta Yeon-woo berteriak padanya dan menyuruhnya mati, dengan demikian ia baru bisa berlutut memohon maaf pada Yeon-woo. “Apa Puteri membutuhkan pengampunanku? Benar, aku akan memaafkan Puteri. Demi kakak dan Yang Mulia yang terluka karena perbuatan Puteri. Demi mereka berdua yang meminta maaf menggantikan Puteri, dan mereka menanggung rasa bersalah yang tidak sepantasnya mereka tanggung. Demi mereka dengan senang hati aku akan memaafkan Puteri. Karena itu, tetaplah hidup,” ujar Yeon-woo tegas. Min-hwa menangis mendengar kata-kata Yeon-woo. Ia mungkin baru menyadari benar akibat perbuatannya, pada Yeom dan pada Hwon.. “Hiduplah dan mintalah maaf untuk diri Puteri sendiri. Jalanilah hukuman untuk menebus kesalahan Puteri. Yang Mulia dan kakakku tidak seharusnya merasa bersalah karena Puteri. Puteri harus melakukannya sendiri.” Yeon-woo menyodorkan sendok pada Min-hwa. Ia meminta Min-hwa tetap hidup untuk menebus kesalahan yang telah dilakukannya. Min-hwa menangis dan pelan-pelan mengambil sendok dari tangan Yeon-woo. Ia menyendok makanan dengan tangan gemetar. “Terima kasih karena kau tetap hidup,” akhirnya ia berkata. “Kalau begitu berikan aku alasan untuk mengatakan hal yang sama,” ujar Yeon-woo menahan tangisnya. Min-hwa mulai makan sambil menangis. Selir Park memanggil-manggil puteranya. Tubuh Yang Myung terbaring kaku di kuil tempat ibunya tinggal. Woon yang membawanya ke sana. “Pangeran Yang Myung, berhentilah bercanda dan buka matamu. Pangeran, jangan tidur lagi. Bukalah matamu dan lihat ibu, ” ujar Selir Park sambil membelai wajah puteranya. “Siapa yang sudah membohongiku? Tidakkah kaulihat ia sedang tersenyum? Bukankah ia masih hidup? Pangeran, kumohon bangunlah. Mengapa kau bercanda? Kau tidak bisa seperti ini, kau akan menakuti ibumu… Pangeran Yang Myung…” Selir Park menangis. Ia terus mengguncang tubuh Yang Myung dan memintanya bangun. Woon tak tahan lagi dan pergi keluar. Ia melihat ke langit. Tiba-tiba terdengar suara Yang Myung. Woon membayangkan Yang Myung ebrjalan ke arahnya. “Lihat..bahkan hari ini wajah ksatria Woon pun terlihat sedih,” kata Yang Myung sambil tersenyum. “Pangeran Yang Myung..” “Tidak mungkin, baru sebentar saja kau sudah merindukan aku?” Woon tersenyum sedih. Yang Myung tertawa. “Apa Tuan bahagia?” “Tentu saja bahagia. Aku tidak perlu berpura-pura tersenyum lagi. Dan lagi sebenarnya aku tidak suka minum, jadi aku tidak perlu memaksa diri minum-minum lagi. Aku bukan lagi ancaman bagi Yang Mulia. Dan yang paling penting, aku bisa menyimpannya Yeon-woo dalam hatiku selamanya. Apa kau tahu betapa menyenangkannya perasaan itu?” “Bolehkan hamba bertanya satu hal?” “Silakan bertanya,” Yang Myung mengangguk. “Apakah sampai sekarang Tuan masih menganggap hamba sebagai teman?” tanya Woon sedih. “Teman? Kata “teman” selalu terdengar indah.” “Mohon jawab pertanyaan hamba. Apakah tuan datang sebagai teman?” Yang Myung tersenyum, “Tentu saja. Sampai sekarang dan seterusnya kau adalah teman baikku.” Woon terharu. Saat ia menoleh lagi, Yang Myung telah menghilang. Tubuh Bo-kyung terbaring di kediamannya. Ia sudah tak bernyawa lagi dan matanya terbuka makanya dalam novelnya Bo-kyung dikatakan menjadi hantu perawan yang penasaran. Untung ngga ada dalam dramanya ya p. Hwon duduk di sisinya dan menutup mata Bo-kyung. Hwon berjalan lunglai kembali ke kediamannya. Yeon-woo sudah menunggunya dengan wajah khawatir. Yeon-woo menghampiri Hwon. Hwon tak tahan lagi dan menangis dalam pelukan Yeon-woo. Ia menumpahkan seluruh kesedihannya. Kesedihan atas begitu banyak nyawa yang hilang. Neneknya, kakaknya, dan Bo-kyung. Yeon-woo ikut menangis bersama Hwon. Hari baru bagi Joseon. Banyak tempat kosong di aula istana. Hwon berkata mereka harus memulihkan keadaan negeri yang tidak stabil karena peristiwa yang baru terjadi. Mereka harus memperkuat ideologi yang benar untuk negeri ini. Ia juga akan menghukum orang yang bersalah sesuai dengan kesalahan yang dilakukan dan melepaskan orang yang tidak bersalah. Hwon mengumumkan hukuman bagi yang bersalah. Puteri Min-hwa diturunkan dari statusnya dan dihukum menjadi budak. Hukuman itu akan dijalankan setelah Min-hwa melahirkan. Setelah melahirkan, puteri Min-hwa akan dikirim keluar kota dan dijadikan budak. Heo Yeom sebagai suami Min-hwa juga harus dihukum. Ia diperintahkan bercerai dari Min-hwa. Posisinya sebagai uibin dicopot dan harta yang diperoleh dari posisi uibin harus dikembalikan pada negara. Statusnya dikembalikan pada status Yeom sebelum menikah dengan Min-hwa. Yeom diperintahkan menjadi pejabat. Ini sih bukan hukuman ya^^ Shaman Jang seharusnya dihukum penggal tapi karena ia telah melindungi Puteri Mahkota, hukuman itu akan dipikirkan kembali sampai selesainya upacara ritual mungkin upacara ritual untuk orang-orang yang telah mati. Shaman Jang memerintahkan para shaman di Seongsucheong untuk mempersiapkan ritual yang akan dijalankannya. Ia berkata kali ini ia akan melakukannya sendiri. Janshil meminta shaman Jang membawanya. Shaman Jang berkata Janshil harus tinggal di Seongsucheong dan melindungi tempat itu. Janshil menggeleng. Seul tidak ada lagi dan ia tidak bisa menemui Yeon-woo dengan bebas. Yang Myung juga sudah tiada. Ia meminta shaman Jang tidak pergi. Jangan meninggalkannya sendirian. Shaman Jang terharu dan sedih melihat Janshil. Janshil menangis. Ia sepertinya mengetahui shaman Jang tidak akan kembali lagi. Shaman jang menjalankan ritual. Ia menari. “Seul, Ibu Suri, Ratu, Pangeran Yang Myung, Sarjana Heo. Aku membantu kalian semua ke sana. Langit, sebagai orang berdosa, aku memberikan sisa hidupku sebagai persembahan. Kumohon bersihkan semua kemarahan dan energi jahat dari negeri ini. Aku akan menanggung semua kejahatan negeri ini di dalam tubuhku dan membawanya bersamaku menuju dunia berikutnya. Jiwa-jiwa yang malang, lepaskan kemarahanmu dan beristirahatlah dengan tenang.” Shaman Jang mengakhiri ritualnya dengan mengangkat kedua tangannya ke langit. Ia seperti tercekik. “Akhirnya di langit ada sebuah matahari yang penuh harapan. Dan hanya ada satu bulan. Aku harap mereka bisa membuat rakyat negeri ini bermandikan sinar terang. Aku harap semua orang bisa melepaskan kesedihan mereka dan meraih kebahagiaan. Aku bedoa untuk ini.” Shaman Jang tersungkur ke tanah. Ia terlihat kesakitan. Janshil bergegas menghampiri shaman Jang. Ia memanggil ibu angkatnya tapi shaman Jang sudah mati. Janshil menangis sedih. Ia benar-benar ditinggal sendirian. Dan sesuai doa shaman Jang, kebahagiaan pun dimulai. Hwon dan Yeon-woo menikah. Pada malam pernikahan, Hwon terlihat sangat tak sabar melihat dayang menuang teh dengan sangat…sangat lambat. Ia merebut teko teh dari dayang itu dan menyuruh para dayang keluar. Haha…ada yang ngga sabar rupanya. Dayang itu protes, untuk malam pernikahan ada prosesinya. Hwon tidak mau tahu. Ia menyuruh mereka keluar. Dayang itu bingung. Ia berkata kalau begitu ia akan membantu melepas jubah Hwon. Hwon mengelak dan memarahinya. “Kau mau menaruh tanganmu di mana? Bahkan Ratu belum menyentuhnya. Ratu akan membantuku jadi kalian boleh pergi.” Para dayang itu pun keluar. Yeon-woo menarik nafas gugup. Ia terus menunduk. Hwon menatap Yeon-woo dan memintanya mengangkat wajahnya karena semua orang sudah keluar. Yeon-woo mengangkat wajahnya. Hwon menghela nafas lega akhirnyaaaa^^. Hwon menyingkirkan meja dan teko teh. Ia mengulurkan tangannya pada Yeon-woo. Yeon-woo menyambutnya. Siuuuut…Hwon menarik Yeon-woo bergeser mendekatinya. Hwon terus menatap Yeon-woo hingga Yeon-woo salah tingkah. Hwon meraih Yeon-woo dalam pelukannya dan membaringkannya. “Siapa kau? Cepat katakan! Siapa kau sebenarnya?” Hwon menanyakan pertanyaan yang sama seperti ketika ia pertama kali mengetahui Yeon-woo berada di sisinya sebagai Wol. “Hamba adalah wanita Yang Mulia. Dan ibu negeri ini. Heo Yeon-woo.” Hwon tersenyum gembira. Waktupun berlalu. Di istana, dua anak kecil bermain dengan gembira. Yeon-woo sedang minum teh dengan Yeom sambil memperhatikan anak-anak itu bermain. Satu putera Yeom dan satu lagi Putera Mahkota. Yeon-woo mencoba membicarakan Min-hwa dengan kakaknya. Ia meminta Yeom memaafkan Min-hwa. Min-hwa sudah menebus kesalahannya dan Hwon juga sudah mengampuninya. Dayang Min yang selama ini setia membantu Puteri baru saja meninggal. Artinya Min-hwa sendirian di jalan. Yeon-woo meminta Yeom tidak lagi merasa bersalah padanya. Ia berkata yang terpenting adalah putera Yeom yang membutuhkan seorang ibu. Terdengar suara tangisan. Putera Mahkota terjatuh. Yeon-woo segera menghampiri puteranya. Dengan khawatir ia bertanya apakah Putera Mahkota baik-baik saja. Ia memuji putera mahkota anak yang bersemangat. Putera Mahkota tersenyum bangga. Anak Yeom melihat Putera mahkota dan ibunya dengan sedih dan sedikit iri. Hwon menghampiri mereka. Putera Mahkota segera menghampiri ayahnya dengan gembira. Hwon bertanya apakah Putera Mahkota senang bermain bersama Heoi putera Yeom. Putera mahkota mengangguk lalu ia segera beralih pada Woon dan memintanya mengajarinya ilmu pedang. Hwon tersenyum, anaknya lebih suka bersama Woon daripada bersamanya. Woon membawa Putera Mahkota untuk berlatih. Hwon mengusulkan agar Heoi ikut belajar ilmu pedang bersama Putera Mahkota, tapi Heoi berkata ia lebih suka membaca buku. Hehe…persis ayahnya^^ Hwon tertawa. Heoi benar-benar pintar dan senang belajar seperti ayahnya. Sebaliknya Putera Mahkota ceria dan senang bermain, mirip Pangeran Yang Myung. Bahkan ia juga menyukai Woon seperti Yang Myung. Yeom menghibur Hwon, adik kakak biasanya mirip karena itu pasti mirip juga dengan Hwon. Hwon dan Yeon-woo tersenyum. Yeom berjalan pulang bersama puteranya. Ia berlutut dan bertanya pada Heoi apakah ia merindukan ibunya. Heoi bertanya mengapa ayahnya tiba-tiba bertanya begitu. Yeom berkata ia melihat Heoi cemburu melihat kedekatan Putera Mahkota dengan ibunya. Ia berkata Heoi boleh mengatakan yang sejujurnya tapi Heoi hanya menunduk sedih. Beberapa shaman melewati tempat itu. Salah satuya Janshil. Ia terkejut melihat Yeom. Ia bertanya apakah Yeom kakak Ratu. Apakah Yeom mengenal Seol? Yeom bertanya apakah Janshil mengenal Seol. Janshil berkata Seol setiap hari menanyakan perkataan yang sama padanya. “Apakah ia bahagia? Apakah Tuan Muda bahagia? Ia harus bahagia.” Yeom termenung mendengar hal itu. Janshil berkata setiap hari Seol menanyakannya. “Apakah ia bahagia?” Hwon membaca laporan negara di tempat biasa. Di kediaman Yeon-woo. Yeon-woo menatap Hwon. Ia berterima kasih karena Hwon telah mengampuni Min-hwa hukumannya dihentikan. Hwon berkata Yeon-woo tidak perlu berterima kasih untuk itu. “Walau Yang Mulia sudah menolaknya beberapa kali tapi hamba terus memintanya. Mungkinkah hamba telah membuat Yang Mulia marah?” tanya Yeon-woo khawatir. Hwon berkata Yeon-woo mendesaknya demi kepentingan diriya dan Yeom jadi bagaimana bisa ia marah. Yeon-woo tersenyum. Hwon berkata sebaliknya ia yang harus berterima kasih pada Yeon-woo. “Yang Mulia…” “Katakan saja.” “Sebenarnya dengan hati penuh rasa terima kasih, hamba sudah mempersiapkan hadiah di sini untuk Yang Mulia,” ujar Yeon-woo. Hwon teringat sesuatu, “Hadiah?” “Benar,” jawab Yeon-woo tersenyum malu sepertinya ia berencana membalas Hwon dengan berkata hadiahnya adalah dirinya^^. Hwon tiba-tiba berdiri dan berkata ia sangat sibuk hari ini dan banyak laporan yang harus ia baca. Jadi ia harus pergi sekarang. “Tapi laporannya kan di sini,” ujar Yeon-woo bingung melihat sikap Hwon. “Ah, benar juga. Laporan ini seharusnya dibaca di kediamanku. Sebaiknya Ratuku beristirahat lebih awal.” Hwon bergegas pergi tanpa mendengar jawaban Yeon-woo. Para dayang berkasak-kusuk. Mereka juga menyadari keanehan sikap Hwon. Biasanya Hwon tidak akan pergi dari kediaman Ratu sampai kasim Hyung memanggilnya. Mereka bertanya-tanya apakah Hwon sudah mulai bosan dan menyimpan wanita lain di kediamannya. Hwon kembali ke kediamannya. Ia duduk dan berbicara dengan seseorang. “Apakah kau sudah siap?” “Iya.” Suara seorang wanita. Hwon menyuruhnya keluar. Para dayang menggeser pembatas di belakang Hwon dan seorang wanita tua keluar dari kamar tersembunyi di belakang Hwon. Kasim Hyung memperkenalkan wanita itu sebagai guru gayageum di Joseon alat musik petik tradisional Korea, bagi yang sudah menonton Heartstrings pasti tidak asing lagi dengan alat musik yang biasanya dimainkan Gyu-won ini^^. Hwon berkata ia ingin mempertunjukkan kemampuan musiknya sebagai hadiah untuk ulang tahun Yeon-woo. Waktunya tidak lama lagi tapi ia orang yang cepat belajar. Itu menurut Hwon, tapi untuk urusan musik ternyata dia sangat payah hehehe padahal di novelnya Hwon bisa bermain gayageum dengan baik. Ia memetik gayageum dengan sembarangan. Gurunya mana berani memarahi raja jadi ia cuek terus memberikan pelajaran sementara kasim Hyung mengerutkan kening mendengar betapa tidak sinkronnya musik Hwon dan musik gurunya. Hwon kesal karena ia tidak bisa memainkannya dengan baik. Ia melemparkan gayageum itu dan meminta diberi yang baru karena menurutnya gayageumnya rusak. “Ijinkan hamba mengetesnya,” kata kasim Hyung. Hwon tersenyum meremehkan. Kasim Hyung memetik gayageum itu. Ternyata ia memainkannya dengan sangat baik bahkan lebih hebat dari guru gayageum Hwon. Hwon melongo. Kasim Hyung berkata tidak ada masalah dengan gayageumnya. Hehe berarti masalahnya adalah pemetiknya, yaitu Hwon. “Kapan kau mempelajari gayageum?” tanya Hwon. “Hamba tidak pernah mempelajarinya. Saat Yang Mulia mempelajarinya, hamba duduk dan memperhatikan. Hamba berlatih untuk melewati waktu saat hamba sedang bosan.” Kasim Hyung meniup jarinya. Ternyata kasim Hyung jenius musik. “U…untuk melewati waktu…,” gumam Hwon merasa kalah. Ia menyuruh kasim Hyung menghadap tembok. Ckckck…kebiasaan lama tak berubah juga ya. Yeom dan puteranya sedang berjalan-jalan. Yeom merasa diikuti tapi saat ia berbalik tidak ada siapa-siapa di sana. Ia kembali berjalan. Min-hwa yang mengikuti mereka. Ia muncul dari balik tembok dan menangis memperhatikan mereka yang berjalan menjauh. Min-hwa berbalik dan berjalan tak tentu arah. Namun ia melihat Yeom dan puteranya berdiri menunggunya. Ia terkejut. “Yang Mulia sudah melepaskan aku dari status budak tapi aku tidak punya tempat tujuan,” Min-hwa menangis,” Aku hanya ingin melihatmu untuk yang terakhir….aku sangat merindukanmu.. Aku hanya ingin melihatmu dari jauh lalu pergi.” Yeom diam tak mengatakan apapun. “Ibu?” tanya Heoi. Wajah Min-hwa berubah cerah saat melihat puteranya dan ingin mendekatinya. Tapi ia menyadari ia tidak berhak berada di sana. “Aku tidak akan datang lagi. Aku tidak akan bersembunyi dan diam-diam memperhatikan kalian lagi. Jadi, tolong maafkan aku untuk kali ini saja.” Min-hwa menyedihkan banget ya T_T Min-hwa membungkuk memberi hormat lalu berbalik pergi. Yeom meneteskan air mata dan berlari memeluk Min-hwa. Min-hwa terkejut. “Kupikir, kau tidak akan pernah memaafkanku.” “Aku tidak ingin memaafkanmu. Aku mencoba menghukum diriku sendiri dengan tidak memaafkanmu. Tapi sekarang aku ingin bahagia. Demi putera kita dan demi seseorang yang sudah tiada tapi masih mendoakan kebahagiaanku.” Min-hwa menangis dan memeluk puteranya. Yeom memeluk keduanya. Pertemuan yang mengharukan. Hwon terus belajar gayageum bahkan di atas meja kerjanya. Hong yang memperhatikannya diam-diam tersenyum. Sepertinya Hong sudah naik pangkat menjadi menteri. Hwon bertanya apakah Hong sudah mengerjakan tugas yang ia berikan. Hong berkata ia sudah melakukan kehendak Ratu untuk membatalkan pesta ulang tahun Ratu dan mengirim uangnya ke Hwal In-seol. Perbuatan Ratu menjadi teladan hingga banyak bangsawan yang ikut menyumbang untuk Hwal In-seol. Hwon terus menekan-nekan dan memetik meja dengan serius hehe….Hong memanggilnya. Ia bertanya apa ada hal yang menyusahkan Hwon. Hwon tersadar, ia segera melipat tangannya dan berkata tidak ada apa-apa. Jangan-jangan Hong berpikir Hwon sudah gila p Yeon-woo merasa bosan dan kesepian tanpa kehadiran Hwon. Seorang dayang menemuinya dan memberitahu kalau Hwon memanggil Yeon-woo ke Istana Bulan Perak. Yeon-woo pergi ke sana. Yeon-woo tersenyum melihat Hwon duduk dengan gayageum di atas panggung kecil. Dayang menyediakan bangku agar Yeon-woo bisa duduk. “Selamat ulang tahun,” ujar Hwon. Yeon-woo tersenyum terharu. Hwon berkata ia mempersiapkan konser musik untuk Ratunya. Walau keterampilannya bukan yang terbaik, ia berharap Yeon-woo menikmatinya. Hwon mulai memainkan gayageumnya. Entah keajaiban entah Hwon memang pintar tapi Yeon-woo terpesona dengan permainan musik Hwon. Hwon sangat bersemangat memetik gayageum hingga satu senarnya putus. Hwon meringis. Yeon-woo cepat-cepat menghampirinya dan memeriksa tangan Hwon dengan khawatir. Tapi tunggu dulu, kenapa gayageumnya masih berbunyi? Hwon tahu ia sudah tertangkap basah. Hwon melirik reaksi istrinya. Yeon-woo tersenyum geli dan hendak kembali ke bangkunya tapi Hwon menahannya. “Tolong lihat padaku saja. Hanya padaku.” Yeon-woo tersenyum. “Hadiahku tidak berhasil dengan baik. Apa kau kecewa?” tanya Hwon. “Tidak, sungguh mempesona.” “Aku tidak bermaksud untuk mempesonamu,” ujar Hwon. Yeon-woo tertawa. Hwon berkata ia sudah mempersiapkan hadiah lain untuk Yeon-woo. “Apakah akan ada kelopak bunga berjatuhan dari atap?” tanya Yeon-woo. Hwon berkata kasim Hyung sudah terlalu tua untuk naik ke atap. Yeon-woo tertawa. “Kalau begitu, apakah akan ada kembang api bertebaran di langit?” Hwon tertawa. “Untuk menyenangkan seorang wanita bagaimana bisa aku mengunakan uang rakyat? Tapi…aku akan memberimu yang lebih baik dari semuanya itu.” Hwon mencondongkan tubuhnya dan mencium bibir istrinya. Dari kejauhan, kasim Hyung memainkan gayageum dengan penuh perasaan. Happy end^^ Komentar Perasaanku campur aduk saat menonton episode terakhir ini. Ada kesedihan tapi juga ada kebahagiaan. Kematian Yang Myung membuatku frustrasi. Aku tahu ia akan mati seperti novelnya tapi aku tidak menyangka ia akan bunuh diri. Awalnya aku pikir lebih baik ia mati saat ia melindungi Hwon dari Yoon atau pemberontak. Tapi jika itu yang terjadi, Hwon tidak akan memaafkan dirinya sendiri. Dengan Yang Myung merelakan nyawanya, tidak ada alasan bagi Hwon untuk menyalahkan diri sendiri. And it’s good to see his smile ^^ Kematian Bo-kyung dan shaman Jang juga cukup mengharukan. Tapi akhir hidup mereka sudah bisa ditebak. Akhir bahagia bagi pasangan Min-hwa dan Yeom, Hwon dan Yeon-woo. Akhir drama ini benar-benar mengikuti novelnya. Kecuali bagian gayageum hehehe D Ketika pertama kali melihat episode ini tanpa subs yang lengkap, aku merasakan kekosongan dalam hati begitu drama berakhir. Tapi setelah aku menontonnya untuk kedua kalinya, hatiku terasa hangat. Bukankah ini akhir yang diinginkan semua orang? Bagaimanapun juga pusat cerita ini adalah Hwon dan Yeon-woo. Dan mereka layak mendapatkan hidup bahagia. Hmmm...aku belum rela melepaskan bulan dan matahari. Ottoke???
What a fantastic episode for our men. This really should be The Sun Embraces That Other Sun And Heck, Also Those Other Friendly Suns, While We’re At It. Yes, the two suns are brothers and that would require breaking a number of taboos, but hey, I’m game if you are. Sigh. Another ratings increase the ninth straight one with today’s episode bringing in a Ratings were for Captain and for Wild Romance. Good grief. I mean, I’m entertained so I’m not complaining — it’s just way beyond my expectation. Timing and circumstance really have so much to do with which shows hit which numbers; previous sageuk hits Princess’s Man and Tree With Deep Roots are both better dramas, but they aired in different circumstances. But Moon/Sun can thank them for setting the stage for it to come in and dominate. SONG OF THE DAY Feelbay – “ë‚ìž ” Midday nap [ Download ] EPISODE 10 RECAP In his bedchamber, Hwon addresses Wol in language that I’m sure must have been carefully and intentionally selected to hint at the underlying sexual tension driving everything — this drama’s whole conflict centers around sex, after all — as he tells her she must make him forget his exhaustion and put his pain to bed. She says she will, as the spiritual object she believes herself to be. Standing just outside, Bo-kyung cracks open the doors and is immediately alarmed at Hwon’s reaction to Wol, and readies to storm in. But Woon pushes the door closed and she loses the moment. She glares at him, but forces a smile as she tells Hwon’s entourage that she was merely worried about the king. Back in her own room, Bo-kyung breaks down in angry tears. Her fears have been realized, because she had recognized that Hwon was looking at the shaman with the eyes of a man for a woman, not a king for his good-luck charm. Hwon calls for the court doctor, surprising all by saying it’s not for him, but for Wol. Hyung-sun protests, because the royal physician is reserved for royalty. Hwon says that her job is to absorb the evil energy from him, and therefore ensuring her health is for the king’s benefit, overriding Hyung-sun’s horrified protests. Hwon reads a book while his physician attends to Wol, although he can’t help sending her longing glances, which don’t escape Hyung-sun’s notice. Then, Wol takes her usual position and watches over Hwon’s sleep. After she leaves, Hwon opens his eyes, not having slept after all. Woon is given the note taken from Wol, intended for the king, and in the morning he gives it to Hwon. It basically tells him that though she’s not considered a person, she wishes to be the king’s citizen. He recalls his harsh words earlier, and reads this as a rebuke of his dismissal of her worth “She means that a shaman is still a person, so I shouldn’t disregard her.” Hyung-sun muses that it’s rare enough for a shaman to know how to write, but also that she’d dare send this kind of message. Yet this also stirs another memory, of another letter he received from a 13-year-old. His thoughts echo his 15-year-old words “How could I forget you?” Hyung-sun knows what he’s thinking, and gently reminds him that Wol is is not Yeon-woo. Hwon gets defensive and can’t even bear to hear Hyung-sun continue with the reminder that she’s dead, and he angrily shuts him up. Hyung-sun informs him of Bo-kyung’s visit and entreats Hwon to consider her feelings, and how hurt she must have felt to have abandoned pride to come to him. Bo-kyung is moping in her room when she receives word that the king plans to see her. This is great news for all the queens, especially queens mother and dowager. Granny attributes this to the shaman-charm, who has single-handedly improved the king’s health and facilitated reconciliation with Bo-kyung, and she takes this as proof that Wol is indeed the successor to Nok-young. She decides to request another fortune-reading to move the consummation date up while things are looking good. Bo-kyung happily receives Hwon, who mentions her unannounced nighttime visit. She says it was purely out of concern for him but he cuts to the heart of the matter, as always, insinuating that it was really about keeping tabs on him. He says that there was no person in his room that night, merely an amulet, as a way of dismissing her concerns — See? It’s just a thing. No reason for you to interfere. The words are polite but there’s a menacing quality to Hwon’s tone, and Bo-kyung is ill at ease. Hwon reminds her that they are to keep their space until the consummation in a month, and Bo-kyung understands that he’s really warning her not to visit his quarters again. Bo-kyung grapples with her frustration after he leaves, wondering what he is trying to hide from her, and why he has to go so far as to order her away. She breaks down in tears as she wonders if the thing he’s covering up for is love. First the dead girl, and now the lowly shaman? She orders her lady in waiting to find a court lady with close access to the king. She wants someone to watch the king’s visits with his shaman-charm and report to her — secretly, of course. Yang-myung returns to town to search for Wol, to no avail. He recalls Wol assuring him that she was safe, and wonders if that’s true. He passes a group of young court shamans, and Jan-shil recognizes him from that time years ago when he saved her from the quack peddlers. She runs after him, adorably calling him “Oraboni” and grabbing him in a bear hug. He doesn’t recognize her, all grown now, and is confused until she reminds him of the “magic stone” he once talked about. Memory thus jogged, Yang-myung greets her warmly. Jan-shil tells him she’s no longer a phony seer but the real deal, one of the shamans of Seongsucheong. And that makes the pieces fall into place for Yang-myung — Seongsucheong is the safest place for a shaman in the city — and he asks urgently whether a girl named Wol is among them. But Jan-shil remembers how furiously Nok-young warned her to keep her mouth shut about moon/sun related talk, especially regarding Yeon-woo, and the bodily harm she was threatened with. So she shakes her head no and says that there’s nobody like that around. Jan-shil goes to Wol’s room with a heavy heart, sorry for lying. Sleeping Wol has a fitful dream, and relives the memory of that long-ago night at the festival. Out of context, though, the sight of Hwon wearing that big mask is spooky, and the dream has teh tone of a nightmare. Just as he lifts the mask to reveal his face, she wakes up. It’s a recurring nightmare that always ends before seeing his face. Wol’s particularly disappointed tonight, feeling like she was just about to see his face. Seol is there when she wakes and thinks sympathetically that the face she wants so badly to see is the one she looks on every night. That evening, Hwon is waiting for Wol when she enters and refers to her letter, which conveyed her resentment of him. She protests that she didn’t mean it in that sense, and he allows that maybe she doesn’t resent him — but she did mean it as a reproach. She answers that she only meant to say that she would undertake her duty to the best of her abilities, and that misunderstanding is bound to arise if the reader of the note approaches it with preconceived notions. If he felt something in her note, perhaps it’s because there was a reason he made that inference. Hwon reads into that remark as well, supposing that she’s insinuating that he’s ruling badly. Even though Wol has a tendency to speak in poetic riddles, Hwon does seem to be overreacting this time and he gets worked up, reminding her of her place and that he is not to be trifled with. He exclaims, “I am Joseon’s…!” in much the same way he had at their first encounter. Hwon cuts himself off, recalling that very thing, and declares he’s in need of some air. Wol, as his charm, is ordered to follow him outside. He orders his entourage to stay at a distance, keeping only Wol nearby with the excuse that she’s his charm. They stand outside the closed palace building that was once hers, and that stirs a memory — of young Hwon crying after her as Yeon-woo was kicked out. Assuming her medium powers are responsible for the vision, Wol asks if this place holds sad memories for the king “Was the person who shed tears at this place… you?” He looms over her and asks intently, “What did you see?” Then he grabs her even closer — rawr! — and asks if she knows this because of her supernatural powers. She says yes, and he tells her to use those powers, then, to answer a question “What do you think I’m going to do now?” Watching from across the courtyard, Hyung-sun and Woon avert their eyes as Hwon asks whether she thinks he would embrace her, disregarding her status. And then he eyes his uncomfortable staff, all shifting and looking down — and grabs Wol’s hand to run away. HA! I love that he was being intentionally discomfiting to get everyone to look away. Racing across the palace grounds, Hwon ducks into an empty building and demands to know who she really is “You are not Wol.” But she has no other identity, and she says that before he gave her a name, she was just a nameless shaman. Hwon looks at her entreatingly, asking, “Do you really not know me? Have you truly never met me?” Wol asks if he’s looking to find Yeon-woo in her, and if her resemblance to that woman is why he’s keeping her close. He looks devastated as she tells him that she isn’t that person. Lashing out, he says she’s overstepped her bounds for assuming he cared for her, and that she’s a mere charm, not a person. Who is she to send him into such chaos? He warns her to keep away — if she crosses the line again, he won’t forgive her. His entourage awaits outside, and he leaves with them, dismissing Wol’s services for tonight. He does send Woon to follow her back to her quarters, though. Nok-young finds Wol outside and asks in concern if something happened, alarmed when Wol asks, “Who am I?” She confesses that she’s seeing strange visions, and while they must be someone else’s memories, they feel like her emotions. Not really believing it, Wol asks, “I can’t be the owner of those memories, can I? No matter how much I resemble her, I can’t become her, can I?” As though she wishes she were, so she could have the king’s love or maybe just ease his pain. Seol witnesses the conversation with tears of sympathy. Yeom freaks out to have Yang-myung pop up outside his house, and the two friends are then further freaked out by the silent arrival of a third party — Woon. Ha. Woon is here to convey Hwon’s orders to Yeom to appear at the palace, and on his way out gets a glimpse of a letter written on familiarly bright yellow parchment. Yeom explains it as an old letter from Yeon-woo. Seol once more visits Yeom’s house to get a glimpse of him, not seeing that Woon has clocked her shadowy presence. He surprises her with an attack and asks who sent her. Seol knocks his sword aside and runs away. The two remaining friends have a drink, and Yeom asks whether it’s true that Yang-myung has a new sweetheart, wondering what she’s like. Yang-myung reminisces about that one instance eight years ago, on the night before Yeon-woo was to be decided as the princess bride. He’d offered to take her away, but she had dismissed him by telling him not to joke, and he had let it go at that. Yang-myung “If I hadn’t disguised it as a joke… If I’d had more courage, and held out my hand… If I had shown my true feelings and asked her to run away… would she be with me now?” Seol finds Wol waiting up when she returns, and explains that she was visiting her former owners’ house. Wol smiles and says they must have been good people for her to still feel attached, and Seol answers that they were “When I was not even treated like a beast, they treated me as a person and gave me the pretty name Seol.” She finishes the thought in her head, adding, “That’s the kind of person you were.” After Yang-myung leaves, Yeom goes to Yeon-woo’s old room… where he finds her old chest. OH THANK GOD. Will somebody find that damn letter already? Yeom remembers Yeon-woo’s words about going through with the bridal selection despite her family’s worries. He lifts the lid to find the scrap of paper, curiously out of place, which immediately grabs his attention. He pulls it out, and sees that it’s addressed to the Crown Prince. Yang-myung walks along the deserted road, stopping short at the sight of a dark figure. It’s Jan-shil, and she tells him emotionally that she’s sorry, and that she’ll help him find the woman he’s looking for. She grabs him in a hug, crying, “Because you saved my life. I’ll repay that kindness, I promise.” Yeom visits his mother prior to making his trip to the palace. Min-hwa’s disappointed he didn’t tell her in advance so she could go with him, and Mom asks if she’s angry. Min-hwa says no, not angry — uneasy. Because if her husband goes to the palace alone… Cut to Yeom, stirring up a frenzy among the court ladies, just like old times. Hwon warmly receives Yeom, whom he still calls Teacher, and invites him to settle in for a chat. Our axis of evil plays the role of today’s political exposition fairies as they receive word of Yeom’s sudden appearance at court and try to unravel its significance. I guess “Because I wanna hang out with my friend” doesn’t compute with this council of backstabbing conspirators? One minister comically complains that his hottie ranking slips whenever Yeom’s around, but then they get to the crux of the problem As the princess’s husband, Yeom isn’t supposed have anything to do with politics, and thus his presence at court is dangerous. His very existence is problematic on a symbolic level not unlike Yang-myung, since there are those willing to rally around him, perhaps moved by his father’s lingering influence. Yeom has deliberated over the letter, and now presents it to the king, explaining that he decided the right thing to do was to return it to the rightful recipient. Hwon can’t hide his emotion as he confirms that this is Yeon-woo’s last letter to him. Bowing respectfully, Yeom advises Yeom to forget her now, and to remember his wife. He says that Yeon-woo wouldn’t have wanted him to stay stuck in her shadow either. Hwon notes sadly that everybody is telling him to forget her. After Yeom leaves, he sits there staring at the unopened letter for a long while, and finally reads it. Yeon-woo “Crown Prince, I gather the last of my strength to leave this letter. I do not know if it will cause trouble or even if it will reach you, but I write this anyway. Before I leave, even only through the things I have learned from you, I was very happy. But now you must stop blaming yourself, and think of me as a memory. My father will bring me medicine soon. Then I will no longer be able to see you. You must forget me, and years later become a good and wise king.” He cries, asking, “How much must she have hurt? How painful must it have been?” He asks Hyung-sun to bring him his old chest, and sobs that he can’t remember Yeon-woo’s handwriting anymore. He has to see her old letter as confirmation. Bo-kyung’s court spy reports to her about the king’s nighttime stroll, as well as Yeom’s visit. He was seen in troubled spirits afterward and asked for a chest bearing the hanja character for rain. Bo-kyung seems to recognize this immediately, with some concern. Hwon takes out the old letter, the apology she’d spent so much time on. But as he reads, it triggers another thought and he fumbles for a different letter — the one he recently received. Hwon compares the handwriting of the letters, which contain some of the same words. He orders Wol brought to him immediately. Wol is escorted to his quarters, but along the way she’s jerked to the side by Yang-myung, who asks intently, “Do you recognize me?” As he does, Hwon finishes his comparison and looks up with conviction. COMMENTS Ack! He knows! They both know! You’re just going to cut out here?? Right, of course you’re going to cut out here; you don’t get to 30%+ ratings by just giving it away, I guess. I’ll give it to this show — even in a slower episode which is what I thought of this one, it always pulls out a cliffhanger designed to rope us back like a crack addict at the bottom of his pipe, or however else you run out of crack. I said before that I wished Bo-kyung had been developed differently, to not be so outright malicious from the start, and that feeling is growing. I understand that she was raised by a villainous father, but she would have been such an interesting character if she had been allowed to “choose” her evil, so to speak, rather than have been marked from the start as a dark soul. This also stems from Kim Min-seo’s portrayal of Bo-kyung, which I think is fantastic. And yet the problem is, I think she’s giving the character depth that isn’t there in the writing. That’s not as bad a problem as the reverse scenario, but it does give me moments of confusion as a viewer. As a child, when she saw the lovebirds slipping away from the festival and cried, I felt nothing for her because there was nothing to show why she should feel so crushed; they had no existing relationship, and she’d never even looked at him admiringly. She could have been smitten by him at the soccer match, but again, wasted opportunity. Thus I felt and still feel that Bo-kyung’s issue is about jealousy over all the things Yeon-woo had, rather than jealousy over the king’s heart — because as far as I’m concerned, she doesn’t care for Hwon, the person. It’s all about what this represents She’s always felt inferior to Yeon-woo, and her insecurities aren’t dead just because the girl supposedly is. It would have been a wonderful thing to explore, wouldn’t it? Here’s what I would have done In their youths, I would have had Bo-kyung misunderstanding Hwon’s request to see her in secret, rather than realizing the truth in two minutes. She could have then built him up in her mind for days and read signs into everything, so when she later found out he meant to see Yeon-woo, that crushing disappointment would have had some bite. Then she could feel hurt over their relationship, whereas right now I feel like she’s a toddler unwilling to relinquish a toy because it’s hers. I’m not saying we can’t enjoy what we have, because I’m going with the story that’s given to us and it’s still entertaining. It’s just rather one-dimensional, ignoring its early potential to cultivate richer characters and more believable emotions. I have found the continued dumping on Han Ga-in a bit excessive, but it’s true that she doesn’t measure up to the men. I like her quite a lot in this role when she’s with Seol and Jan-shil, and I love that this drama shows us some solid female friendship, as fierce and loyal as any bromance. More of that, please! Han is managing the sageuk-speak pretty well and I think she bears a striking physical resemblance to child counterpart Kim Yoo-jung, so good casting on the looks front. But it’s too bad that Kim Soo-hyun blows her out of the water, and so does Kim Min-seo. I never really thought Yeon-woo was terribly nuanced a character to begin with, though, even in childhood; she was the simplest role of them all, and I partly blame the writing for being flat on that front. That’s true of a lot of the characters, actually, and we are just blessed in some cases with some actors who transcend their material. And boy, did they transcend in this episode. Kim Soo-hyun was pretty much on fire the whole episode through, whether he was being hurt, furious, confused, or heartbroken. And Jung Il-woo is at his best when he’s letting down that mask of mirth, as he did when he confessed to Yeom that perhaps he might have been able to keep Yeon-woo alive and with him if he’d been emotionally sincere. He’s wrong about that — y’know, Fate and all — but that regret is a bitter pill to
soompi The Moon That Embracing The Sun - Drama bertema kerajaan, The Moon That Embraces The Sun menjadi salah satu drama yang populer beberapa tahun silam. Drama ini dibintangi banyak aktor dan artis populer seperti Han Ga In, Kim Soo Hyun, Jung Il Wo, Im Si Wan, Kim Yoo Jung, dan Yeo Jin Goo. Dua episode pertama dari drama ini berhasil meraih 18 persen dan 19,9 persen. Baca Juga Intip Profile Minji Member Baru Secret Number, Simak Juga Sinopsis Drama Korea Terbaru My Name Drama ini menjadi menjadi debut Im Siwan sebagai seorang aktor. Drama ini menceritakan kisah cinta Raja Lee Hwon Kim Soo Hyun dan seorang peramal bernama Wol Han Ga In. Lee Hwon dan Wol bertemu ketika mereka masih remaja. Baca Juga Sinopsis Drama Korea Terbaru Song Joong Ki The Chaebol's Family's Youngest Son, Bakal Tayang Pada 2022! PROMOTED CONTENT Video Pilihan